Rabu, 14 Mei 2014

RUANG LINGKUP HUKUM ACARA PERDATA



       I.            PENDAHULUAN
·         Hukum Acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hunbungan yang mengabdi kepada hukum materiil.
·         Hukum Acara Perdata adalah Hukum Perdata Formil, yaitu kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagimana yang diatur dalam hukum perdata materil (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeriepkartaprawira, hal 1).
·         Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak orang lain di muka pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata (wirjono Prodjodikoro.

1.      PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
Hukum acara perdata adalah kaidah hukum yang mengatur cara dan prosedur hukum dalam mengajukan, memeriksa, memutuskan, dan melaksanakan putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga menjamin tegaknya hukum perdata materiil melalui lembaga peradilan.

2.      KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERDATA.
·         Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat, sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah melanggar hak penggugat disebut sebagai tergugat.
·         Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi lengkapnya suatu gugatan, mereka harus diikutsertakan.

3.      SIFAT HUKUM ACARA PERDATA
·         Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/ beberapa orang yang merasa haknya dilanggar (penggugat/ para penggugat).
·         Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak tergantung ada/ tidak adanya inisiatif.
·         Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan.
Pencabutan gugatan oleh penggugat/ para penggugat tidak dapat dilakukan sesuka hati, Pencabutan gugatan dapat dilakukan apabila tergugat menyetujui pencabutan gugatan, namun kadangkala persetujuan itu tidak dipenuhi, bahkan malah menggugat balik (rekonpensi).
4.      TAHAPAN HUKUM ACARA PERDATA MENURUT SUDIKNO METROKUSUMO.
·         Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat gugatan,mendaftarkan gugatan, membayar biaya perkara dll.
·         Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa, pembuktian dan penjatuhan putusan.
·         Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah dijatuhkan oleh hakim.

5.      HUKUM ACARA PERDATA POSITIF
·         Hukum acara perdata nasional hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang, sampai saat ini ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan adalah het Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang dulu diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura, sedangkan diluar itu berlaku RechtsReglement Buitengewestem (RBg).
·         Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio.

6.      SUMBER HUKUM ACARA PERDATA (HUKUM POSITIF).
Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil.
·         HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian)
·         RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
·         RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku sejak Raad van Justitie dan Residentiegerecht dihapus.
·         RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie)
·         Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang)
·         Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang acara banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.dll
·         Yurisprudensi
·         Perjanjian Internasional
·         Doktrin

7.      ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
·         Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex officio) diatur dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg, artinya bila tidak tuntutan dari pihak, maka tidak ada hakim (Wo Kein klager ist, ist kein rechter ; nemo judex sine actor)
·         Ada konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus mengadili semua perkara, karena hakim dianggap tahu semua (ius curia novit)
·         Hakim Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van Rechter), artinya hakim hanya bertitik tolak pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak saja (secundum allegat iudicare)
·         Perdailan Terbuka untuk umum (Openbaarheid van rechtspraak), konsekuensi yang terjadi apabila asas ini tidak dilaksanakan adalah putusan dapat menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.
·         Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van beide partijen).
·         Pemeriksaan dalam dua tingkat (Onderzoek in twee instanties), hanya PN dan PT judex factie dilaksanakan.
·         Pengawasan Putusan Pengadilan melalui Kasasi (Toezicht op de rechtspraak door van cassatie).
·         Mahkamah Agung adalah Puncak Peradilan di Indonesia (Pasal 10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004).
·         Putusan Hakim harus disertai alasan (Pasal 23 UU No. 14 tahun 1970 jo Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 184 Ayat 1 , dan 319 HIR)
·         Berperkara dikenakan biaya (Niet-kosteloze rechtspraak) Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)
·         Tidak ada keharusan mewakilkan dalam Beracara
·         Majelis hakim di Persidangan (Pasal 15 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 17 UU NO. 4 Tahun 2004)
·         Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970 jo  Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2004).
·         Proses Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan  Pasal 4 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004
·         Hak menguji Materiil UU hanya ada pada MK dan dibawah UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU No. 4 Tahun 2004).
·         Asas Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004.

8.      PERIHAL KEKUASAAN MUTLAK DAN KEKUASAAN RELATIF.
·         Kewenangan Mutlak/ absolute compententie menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, berdasarkan macamnya pengadilan yang memberikan kekuasaan untuk mengadili
·         Kewenangan Relatif/ relative compententie mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa
·         Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah Actor sequitur forum rei.

9.      LINGKUP PENGADILAN.
Macam-macam pengadilan:
·         Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula :
·         Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang terdakwanya berstatus anggota ABRI.
·         Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan menurut hukum yang dikuasai Hukum Islam.
·         Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah dan penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan kesalahan dalam menjalankan administrasi.
Susunan badan-badan pengadilan:
·         Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili semua perkara baik perdata maupun pidana.
·         Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan Pengadilan tingkat kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tinggi).
·         Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan Pengadilan tingkat ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan dengan putusan banding dari Pengadilan Tinggi. Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah penerapan hukumnya saja.


Kewenangan pengadilan:
Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman, yaitu Kekuasaan Kehakiman atribusi (atributie van rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht), bahwa :
1.       Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute. Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang memeriksa jenis perkara tertentu yang diajukan dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi absolute ini tergantung pada isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947).
2.       Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative . Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal (domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat  tergugat tinggal. apabila tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya.
3.       Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg).
Tempat kedudukan pengadilan:
·         Tempat kedudukan Pengadilan Negeri pada prinsipnya berada di tiap Kabupaten, namun di luar Pulau Jawa masih terdapat banyak Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lebih dari satu Kabupaten.
·         Kedudukan Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan Negeri dan disamping tiap Pengadilan Tinggi ada Kejaksaan Tinggi. Khusus di Ibukota Jakarta ada 5 instansi Pengadilan Negeri yakni di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara demikan pula dengan Kejaksaannya Negerinya.
Susunan pejabat pada suatu pengadilan:
·         Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan dan wakil ketua.
·         Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan.
·         disamping itu ada panitera yang bertugas memimpin bagian administrasi atau tata usaha dibantu oleh wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan karyawan-karyawan lainnya.
·         tugas dari pada panitera ialah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara teliti semua hal yang dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO). ia harus membuat Berita Acara (proses verbal) sidang pemeriksaan dan menandatanganinya bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186 HIR, Pasal 197 Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti semua sidang-sidang pemeriksaan perkara, maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera pengganti.
·         Di samping hakim dan panitera masih ada petugas yang dinamakan jurusita (deurwaarder) dan jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). adapun tugas dari pada jurusita dalai melaksanakan perintah dari ketua sidang dan menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat dan Penggugat dalam perkara perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan atas perintah hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar