I.
PENDAHULUAN
·
Hukum
Acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman
dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu
ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti memberikan kepada hukum dalam
hukum acara suatu hunbungan yang mengabdi kepada hukum materiil.
·
Hukum
Acara Perdata adalah Hukum Perdata Formil, yaitu kaidah hukum yang menentukan
dan mengatur cara bagaimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagimana
yang diatur dalam hukum perdata materil (Retnowulan Sutantio dan Iskandar
Oeriepkartaprawira, hal 1).
·
Hukum
Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
orang harus bertindak terhadap pihak orang lain di muka pengadilan itu harus
bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata
(wirjono Prodjodikoro.
1.
PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
Hukum acara perdata adalah kaidah
hukum yang mengatur cara dan prosedur hukum dalam mengajukan, memeriksa,
memutuskan, dan melaksanakan putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban
tertentu sehingga menjamin tegaknya hukum perdata materiil melalui lembaga
peradilan.
2.
KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERDATA.
·
Dalam
Hukum acara perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai
Penggugat, sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah
melanggar hak penggugat disebut sebagai tergugat.
·
Turut
tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa
atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi lengkapnya suatu
gugatan, mereka harus diikutsertakan.
3.
SIFAT HUKUM ACARA PERDATA
·
Inisiatif
ada tidak ada perkara ada pada orang/ beberapa orang yang merasa haknya
dilanggar (penggugat/ para penggugat).
·
Berbeda
dengan Hukum Acara Pidana yang tidak tergantung ada/ tidak adanya inisiatif.
·
Ada
Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum acara perdata, yaitu Tindak Pidana
Aduan.
Pencabutan gugatan oleh
penggugat/ para penggugat tidak dapat dilakukan sesuka hati, Pencabutan gugatan
dapat dilakukan apabila tergugat menyetujui pencabutan gugatan, namun
kadangkala persetujuan itu tidak dipenuhi, bahkan malah menggugat balik
(rekonpensi).
4.
TAHAPAN HUKUM ACARA PERDATA
MENURUT SUDIKNO METROKUSUMO.
·
Tahap
Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada
sejumlah kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat gugatan,mendaftarkan
gugatan, membayar biaya perkara dll.
·
Tahap
Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa, pembuktian dan penjatuhan putusan.
·
Tahap
Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan pelaksanaan putusan (eksekusi) yang
telah dijatuhkan oleh hakim.
5.
HUKUM ACARA PERDATA POSITIF
·
Hukum
acara perdata nasional hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang, sampai
saat ini ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan adalah het Herziene
Indonesich Reglement (HIR) yang dulu diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura,
sedangkan diluar itu berlaku RechtsReglement Buitengewestem (RBg).
·
Sejarah
Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR dapat dibaca pada buku Retnowulan
Sutantio.
6.
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA (HUKUM
POSITIF).
Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan
Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk
menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil.
·
HIR,
Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian)
·
RBg
(Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
·
RV
(Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara Perdata
untuk Gol. Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku sejak Raad
van Justitie dan Residentiegerecht dihapus.
·
RO
(Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in
Indonesie)
·
Undang-undang
yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang)
·
Undang-undang
yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang acara banding, UU No.
14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.dll
·
Yurisprudensi
·
Perjanjian
Internasional
·
Doktrin
7.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
·
Hakim
Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex officio) diatur dalam Pasal 118 HIR dan
142 RBg, artinya bila tidak tuntutan dari pihak, maka tidak ada hakim (Wo Kein
klager ist, ist kein rechter ; nemo judex sine actor)
·
Ada
konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus mengadili semua perkara, karena
hakim dianggap tahu semua (ius curia novit)
·
Hakim
Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van Rechter), artinya hakim hanya bertitik tolak
pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak saja (secundum allegat iudicare)
·
Perdailan
Terbuka untuk umum (Openbaarheid van rechtspraak), konsekuensi yang terjadi
apabila asas ini tidak dilaksanakan adalah putusan dapat menjadi tidak sah dan
tidak memiliki kekuatan hukum.
·
Hakim
mengadili kedua belah pihak (Horen van beide partijen).
·
Pemeriksaan
dalam dua tingkat (Onderzoek in twee instanties), hanya PN dan PT judex factie
dilaksanakan.
·
Pengawasan
Putusan Pengadilan melalui Kasasi (Toezicht op de rechtspraak door van
cassatie).
·
Mahkamah
Agung adalah Puncak Peradilan di Indonesia (Pasal 10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun
1970 jo Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004).
·
Putusan
Hakim harus disertai alasan (Pasal 23 UU No. 14 tahun 1970 jo Pasal 25 UU No. 4
Tahun 2004, Pasal 184 Ayat 1 , dan 319 HIR)
·
Berperkara
dikenakan biaya (Niet-kosteloze rechtspraak) Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970 jo
Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)
·
Tidak
ada keharusan mewakilkan dalam Beracara
·
Majelis
hakim di Persidangan (Pasal 15 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 17 UU NO. 4 Tahun
2004)
·
Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970
jo Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2004).
·
Proses
Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan
Pasal 4 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004
·
Hak
menguji Materiil UU hanya ada pada MK dan dibawah UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU
No. 4 Tahun 2004).
·
Asas
Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004.
8.
PERIHAL KEKUASAAN MUTLAK DAN
KEKUASAAN RELATIF.
·
Kewenangan
Mutlak/ absolute compententie menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan
peradilan, berdasarkan macamnya pengadilan yang memberikan kekuasaan untuk
mengadili
·
Kewenangan
Relatif/ relative compententie mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
pengadilan yang serupa
·
Asas
yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah Actor sequitur forum rei.
9.
LINGKUP PENGADILAN.
Macam-macam pengadilan:
·
Di
samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut Pengadilan
Umum di Indonesia terdapat pula :
·
Pengadilan
Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang terdakwanya berstatus
anggota ABRI.
·
Pengadilan
Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya
baragama Islam dan menurut hukum yang dikuasai Hukum Islam.
·
Pengadilan
Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan Administrasi adalah perkara yang
tergugatnya pemerintah dan penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat
dengan alsan kesalahan dalam menjalankan administrasi.
Susunan
badan-badan pengadilan:
·
Pengadilan
Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili semua
perkara baik perdata maupun pidana.
·
Pengadilan
Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan Pengadilan tingkat
kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama
seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tinggi).
·
Mahkamah
Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan Pengadilan tingkat
ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang dimintakan Kasasi, karena
tidak puas dengan dengan putusan banding dari Pengadilan Tinggi. Pada tingkat
kasasi yang diperiksa adalah penerapan hukumnya saja.
Kewenangan
pengadilan:
Mengenai kewenangan mengadili
dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman, yaitu Kekuasaan Kehakiman
atribusi (atributie van rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman distribusi
(distributie van rechtsmacht), bahwa :
1.
Kekuasaan
Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute.
Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan
di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat
diperiksa oleh badan pengadilan lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya
berwenang memeriksa jenis perkara tertentu yang diajukan dan bukan Pengadilan
Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi absolute ini tergantung pada
isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947).
2.
Kekuasaan
Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative .
Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di
tempat tinggal (domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak.
jadi gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat tergugat tinggal. apabila tergugat tidak
diketahui tempat tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali,
maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat
sebenarnya.
3.
Dikenali,
maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat
sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg).
Tempat
kedudukan pengadilan:
·
Tempat
kedudukan Pengadilan Negeri pada prinsipnya berada di tiap Kabupaten, namun di
luar Pulau Jawa masih terdapat banyak Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya
meliputi lebih dari satu Kabupaten.
·
Kedudukan
Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan Negeri dan disamping tiap Pengadilan
Tinggi ada Kejaksaan Tinggi. Khusus di Ibukota Jakarta ada 5 instansi
Pengadilan Negeri yakni di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat,
Jakarta Timur, Jakarta Utara demikan pula dengan Kejaksaannya Negerinya.
Susunan
pejabat pada suatu pengadilan:
·
Di
tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua
pengadilan dan wakil ketua.
·
Para
hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan.
·
disamping
itu ada panitera yang bertugas memimpin bagian administrasi atau tata usaha
dibantu oleh wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan karyawan-karyawan
lainnya.
·
tugas
dari pada panitera ialah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti
semua sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara
teliti semua hal yang dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63
RO). ia harus membuat Berita Acara (proses verbal) sidang pemeriksaan dan
menandatanganinya bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186 HIR, Pasal 197
Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti semua sidang-sidang pemeriksaan
perkara, maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera
pengganti.
·
Di
samping hakim dan panitera masih ada petugas yang dinamakan jurusita
(deurwaarder) dan jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). adapun
tugas dari pada jurusita dalai melaksanakan perintah dari ketua sidang dan
menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan
pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat dan Penggugat dalam perkara
perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan atas perintah
hakim.